Mengendalikan Rasa Cemburu Dalam Rumah Tangga
Minggu, 10 Januari 2010 15:35:11 WIB
MENGENDALIKAN RASA
CEMBURU DALAM RUMAH TANGGA
Oleh
Ustadz Abu Sa'ad M
Nurhuda
Menurut 'Abdullah bin Syaddad, ada dua jenis
ghirah. Pertama, ghirah yang dengannya seseorang dapat memperbaiki
keadaan keluarga. Kedua, ghirah yang dapat meyebabkannya masuk
neraka.
Ditinjau dari nilainya di sisi Allah Subhanahu wa
Ta'ala, cemburu ada dua macam. Dalam sebuah hadist disebutkan, bahwa
Nabi Shallallahu 'alaihi was allam bersabda:
أَنَّ
رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّم َ قَالَ:
إِنَّ
مِنَ الْغِيْرَةَ مَا يُحِبُّ اللهُ
وَمِنْهَا مَا يَبْغُضُ اللهُ فَالْغِيْرَةُ
الَّتِيْ يُحِبُّ اللهُ الْغِيْرَةُ
فِيْ الرَّيْبَةِ وَالْغِيْرَةُ الَّتِيْ
يَبْغُضُ اللهُ الْغِيْرَةُ فِيْ غَيْرِ
الرَّيْبَةِ"Ada jenis cemburu yang
dicintai AllahSubhanahu wa Ta'ala, adapula yang dibenci-Nya. Yang
disukai, yaitu cemburu tatkala ada sangkaan atau tuduhan. Sedangkan
yang dibenci, yaitu adalah yang tidak dilandasikeraguan"
[1]
Disebutkan di dalam hadits, bahwa Saad bin Ubadah
Radhiyallahu 'anhu berkata:
قَالَ
سَعْدُ بْنُ عُبَادَةَ :
لَوْ
رَأَيْتُ رَجُلاً مَعَ امْرَأَتِيْ
لَضَرَبْتُهُ بِالسَّيْفِ غَيْرَ
مُصَفِّحٍ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
أَتَعْجَبُوْنَ مِنْ
غِيْرَةِ سَعْدٍ لأَنَا أَغْيَرُ مِنْهُ
وَاللهُ أَغْيَرُ مِنِّيْ"Sekiranya
aku melihat seorang laki-laki bersama dengan isteriku, niscaya akan
kutebas ia dengan pedang," ucapan itu akhirnya sampai kepada
Rasulullah. Lalu beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda,”Apakah kalian merasa heran terhadap kecemburuan Saad?
Demi Allah, aku lebih cemburu daripadanya, dan Allah lebih cemburu
daripadaku.”[2]
Ditinjau dari sisi yang lain, cemburu ada
dua macam. Pertama, ghirah lil mahbub (cemburu membela orang yang
dicintai). Kedua, ghirah 'alal-mahbub (cemburu membela agar jangan
sampai ada orang lain yang juga mencintai orang yang dicintainya).
Ghirah lil mahbub adalah pembelaan seseorang terhadap orang
yang dicintai, disertai dengan emosi demi membelanya, ketika hak dan
kehormtan orang yang dicintai diabaikan atau dihinakan. Dengan adanya
penghinaan tersebut, ia marah demi yang dicintainya, kemudian
membelanya dan berusaha melawan orang yang menghina tadi. Inilah
cemburu sang pecinta yang sebenarnya. Dan ini pula ghirah para rasul
dan pengikutnya terhadap orang-orang yang menyekutukan Allah
Subhanahu wa Ta'ala, serta melanggar syariat Allah Subhanahu wa
Ta'ala. Jenis ghirah inilah yang semestinya dimiliki seorang muslim,
untuk membela Allah Subhanahu wa Ta'ala, Rasul Shallallahu 'alaihi wa
sallam dan agama-Nya. Adapun ghirah 'alal-mahbub adalah kecemburuan
terhadap orang lain yang ikut mencintai orang yang dicintainya. Jenis
ghirah inilah yang hendak kita kupas pada pembahasan ini.
BEBERAPA
CONTOH KECEMBURUAN SEBAGIAN ISTERI NABI SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM
Disebutkan dalam sebuah riwayat, Anas Radhiyallahu 'anhu berkata:
كَانَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ
بَعْضِ نِسَائِهِ فَأَرْسَلْتْ إِحْدَى
أُمَّهَاتِ الْمُؤْمِنِيْنَ بِصَحْفَةٍ
فِيْهَا طَعُامٌ فَضَرَبَتِ الَّتِيْ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فِيْ بَيْتِهَا يَدَّ الْخَادِمِ
فَسَقَطَتِ الصَّحْفَةُ فاَنْفَلَقَتْ
فَجَمَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلْقَ الصَّحْفَةِ
ثُمَّ جَعَلَ يَجْمَعُ فِيْهَا الطَّعَامَ
الَّذِيْ كَانَ فِيْ الصَّحْفَةِ
وَيَقُوْلُ:
غَارَتْ
أُمُّكُمْ ثُمَّ حُبِسَ الْخَادِمُ
حَتَّى أَتَى بِصَحْفَةٍ مِنْ عِنْدِ
الَّتِيْ هُوَ فِيْ بَيْتِهَا فَدَفَعَ
الصَّحْفَةَ الصَّحِيْحَةَ إِلَى الَّتِيْ
كَسَّرَتْ صَحْفَتَهَا وَأَمْسَكَ
الْمَكْسُوْرَةَ فِيْ بَيْتِ الَّتِيْ
كَسَّرَتْ"Suatu ketika Nabi di rumah
salah seorang isteri beliau. Tiba-tiba isteri yang lain mengirim
mangkuk berisi makanan. Melihat itu, isteri yang rumahnya kedatangan
Rasul memukul tangan pelayan pembawa makanan tersebut, maka jatuhlah
mangkuk tersebut dan pecah. Kemudian Rasul mengumpulkan
kepingan-kepingan pecahan tersebut serta makanannya, sambil berkata:
"Ibu kalain sedang cemburu,” lalu Nabi menahan pelayan
tersebut, kemudian beliau memberikan padanya mangkuk milik isteri
yang sedang bersama beliau untuk diberikan kepada pemiliki mangkuk
yang pecah. Mangkuk yang pecah beliau simpan di rumah isteri yang
sedang bersama beliau" [3]
Ibnu Hajar menjelaskan bahwa
isteri Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang memecahkan mangkuk
adalah 'Aisyah Ummul Mu’minin, sedangkan yang mengirim makanan
adalah Zainab binti Jahsy.[4]
Dalam hadist yang lain
diriwayatkan:
عَنْ عَائِشَةَ
أَنَّهَا قَالَتْ:
مَا
غِرْتُ عَلَى امْرَأَةٍ لِرَسُوْلِ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمَا
غِرْتُ عَلَى خَدِيْجَةَ لِكَثْرَةِ
ذِكْرِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِيَّاهَا وَثَنَائِهِ
عَلَيْهَسا"Dari 'Aisyah: “Aku tidak
cemburu kepada seorang wanita terhadap Rasulullah sebesar cemburuku
kepada Khadijah, sebab beliau selalu menyebut namanya dan
memujinya"[5].
Dalam sebuah riwayat disebutkan, 'Aisyah
berkata: “Tatkala pada suatu malam yang Nabi berada di sampingku,
beliau mengira aku sudah tidur, maka beliau keluar. Lalu aku (pun)
pergi mengikutinya. (Aku menduga beliau pergi ke salah satu isterinya
dan aku mengikutinya sehingga beliau sampai di Baqi’). Beliau
belok, aku pun belok. Beliau berjalan cepat, aku pun berjalan cepat,
akhirnya aku mendahuluinya. Lalu beliau bersabda: “Kenapa kamu, hai
'Aisyah, dadamu berdetak kencang?”Lalu aku mengabarkan kepada
beliau kejadian yang sesungguhnya, beliau bersabda: “Apakah kamu
mengira bahwa Allah dan Rasul-Nya akan menzhalimimu?”[6]
NASIHAT
BAGI WANITA DALAM MENGENDALIKAN PERASAAN CEMBURU
Sebagaimana
fenomena yang kita lihat dalam kehidupan rumah tangga pada umumnya,
tampaklah bahwa sifat cemburu itu sudah menjadi tabiat setiap wanita,
siapun orangnya dan bagaimanapun kedudukannya. Akan tetapi, hendaklah
perasaan cemburu ini dapat dikendalikan sedemikian rupa, sehingga
tidak menimbulkan masalah yang bisa menghancurkan kehidupan rumah
tangga.
Berikut beberapa nasihat yang perlu diperhatikan oleh
para isteri untuk menjaga keharmonisan kehidupan rumah tangga,
sehingga tidak ternodai oleh pengaruh perasaan cemburu yang
berlebihan.
1). Seorang isteri hendaklah bertakwa kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala dan bersikap pertengahan dalam hal cemburu
terhadap suami. Sikap pertengahan dalam setiap perkara merupakan
bagian dari kesempurnaan agama dan akal seseorang. Dikatakan oleh
Nabi Shallalahu 'alaihi wa sallam kepada 'Aisyah Radhiyallahu 'anha :
"Hai 'Aisyah, bersikaplah lemah-lembut, sebab jika Allah
menginginkan kebaikan pada sebuah keluarga, maka Dia menurunkan sifat
kasih-Nya di tengah-tengah keluarga tersebut [7]". Dan
sepatutnya seorang isteri meringankan rasa cemburu kepada suami,
sebab bila rasa cemburu tersebut melampaui batas, bisa berubah
menjadi tuduhan tanpa dasar, serta dapat menyulut api di hatinya yang
mungkin tidak akan pernah padam, bahkan akan menimbulkan perselisihan
di antara suami isteri dan melukai hati sang suami. Sedangkan isteri
akan terus hanyut mengikuti hawa nafsunya.
2). Wanita
pecemburu, lebih melihat permasalahan dengan perasaan hatinya
daripada indera matanya. Ia lebih berbicara dengan nafsu emosinya
dari pada pertimbangan akal sehatnya. Sehingga sesuatu masalah
menjadi berbalik dari yang sebenarnya. Hendaklah hal ini disadari
oleh kaum wanita, agar mereka tidak berlebihan mengikuti perasaan,
namun juga mempergunakan akal sehat dalam melihat suatu
permasalahan.
3). Dari kisah-kisah kecemburuan sebagian isteri
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tersebut, bisa diambil
pelajaran berharga, bahwa sepatutnya seorang wanita yang sedang
dilanda cemburu agar menahan dirinya, sehingga perasaan cemburu
tersebut tidak mendorongnya melakukan pelanggaran syari'at, berbuat
zhalim, ataupun mengambil sesuatu yang bukan haknya. Maka janganlah
mengikuti perasaan secara membabi buta.
4). Seorang isteri
yang bijaksana, ia tidak akan menyulut api cemburu suaminya.
Misalnya, dengan memuji laki-laki lain di hadapannya atau menampakkan
kekaguman terhadap penampilan laki-laki lain, baik pakainnya, gaya
bicaranya, kekuatan fisiknya dan kecerdasannya. Bahkan sangat
menyakitkan hati suami, jika seorang isteri membicarakan tentang
suami pertamanya atau sebelumnya. Rata-rata laki-laki tidak menyukai
itu semua. Karena tanpa disadarinya, pujian tersebut bermuatan
merendahkan "kejantanan"nya, serta mengurangi nilai
kelaki-lakiannya, meski tujuan penyebutan itu semua adalah baik.
Bahkan, walaupun suami bersumpah tidak terpengaruh oleh ungkapannya
tersebut, tetapi seorang isteri jangan melakukannya. Sebab seorang
suami tidak akan bisa melupakan itu semua selama hidupnya.
5).
Ketahuilah wahai para isteri! Bahwa yang menjadi keinginan laki-laki
di lubuk hatinya adalah jangan sampai ada orang lain dalam hati dan
jiwamu. Tanamkan dalam dirimu bahwa tidak ada lelaki yang terbaik,
termulia, dan lainnya selain dia.
6). Wahai, para isteri!
Jadikanlah perasaan cemburu kepada suami sebagai sarana untuk lebih
mendekatkan diri kepadanya. Jangan menjadikan ia menoleh kepada
wanita lain yang lebih cantik darimu. Berhias dirilah, jaga
penampilan di hadapannya agar engkau selalu dicintai dan
disayanginya. Cintailah sepenuh hatimu, sehingga suami tidak
membutuhkan cinta selain darimu. Bahagiakan ia dengan seluruh jiwa,
perasaan dan daya tarikmu, sehingga suami tidak mau berpisah atau
menjauh darimu. Berikan padanya kesempatan istirahat yang cukup.
Perdengarkan di telinganya sebaik-baik perkataan yang engkau miliki
dan yang paling ia senangi.
7). Wahai, para isteri! Janganlah
engkau mencela kecuali pada dirimu sendiri, bila saat suamimu datang
wajahnya dalam keadaan bermuram durja. Jangan menuduh –salah-
kecuali pada dirimu sendiri, bila suamimu lebih memilih melihat orang
lain dan memalingkan wajah darimu. Dan jangan pula mengeluh bila
engkau mendapatkan suamimu lebih suka di luar daripada duduk di
dekatmu. Tanyakan kepada dirimu, mana perhatianmu kepadanya? Mana
kesibukanmu untuknya? Dan mana pilihan kata-kata manis yang engkau
persembahkan kepadanya, serta senyum memikat dan penampilan menawan
yang semestinya engkau berikan kepadanya? Sungguh engkau telah
berubah di hadapannya, sehingga berubah pula sikapnya kepadamu. Lebih
dari itu, engkau melemparkan tuduhan terhadapnya karena cemburu
butamu.
8). Dan ingatlah wahai para isteri! Suamimu tidak
mencari perempuan selain dirimu. Dia mencintaimu, bekerja untukmu,
hidup senantiasa bersamamu, bukan dengan yang lainnya. Bertakwalah
kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, ikutilah petunjuk-Nya dan
percayalah sepenuhnya kepada suamimu setelah percaya kepada Allah
yang senantiasa menjaga hamba-hamba-Nya yang selalu menjaga
perintah-perintah-Nya, lalu tunaikanlah yang menjadi kewajibanmu.
Jauhilah perasaan was-was, karena setan selalu berusaha untuk merusak
dan mengotori hatimu.
TIDAK BOLEHKAH CEMBURU?
Barangkali,
di antara para isteri ada yang membantah dan berkata, adalah
kebodohon apabila seorang isteri tidak memiliki rasa cemburu pada
suaminya, padahal cemburu ini merupakan ungkapan cintanya kepada
suaminya, sekaligus sebagai bumbu penyedap yang bisa menimbulkan
keharmonisan, kemesraan dan kepuasan batin dalam kehidupan rumah
tangga.
Ya, benar! Akan tetapi, apakah pantas bagi seorang
isteri yang berakal sehat, jika ia tenggelam dalam rasa cemburunya,
sehingga menenggelamkan bahtera kehidupan rumah tangganya,
mencabik-cabik jalinan cinta dan kasih-sayang dalam keluarganya,
bahkan ia sampai terjangkiti penyakit depresi, buruk sangka yang
dapat membawanya kepada penyakit psikis yang kronis, perang batin
yang tidak berkesudahan, dan akhirnya merusak akal sehatnya?
Memang
sangat tipis, perbedaan antara yang benar dengan yang salah, antara
yang sakit dengan yang sehat, antara cemburu yang penuh dengan
kemesraan dengan cemburu yang membakar dan menyakitkan hati
dikarenakan penyakit kejiwaan yang berat. Namun, tetap ada perbedaan
antara cemburu dalam rangka membela kehormatan diri dan kelembutan
karena didasari rasa cinta kepada suami, dengan cemburu yang merusak
dan membinasakan. Kalau begitu, cemburulah wahai para isteri, dengan
kecemburuan yang membahagiakan suamimu, dan menampakkan ketulusan
cintamu kepadanya! Tetapi hindarilah kecemburuan yang merusak dan
menghancurkan keluargamu. Cemburulah demi memelihara harga diri dan
kehormatan suami. Dan lebih utama lagi, cemburu untuk membela agama
Allah.
Isteri yang selalu memantau kegiatan suaminya,
mencari-cari berita tentangnya, serta selalu menaruh curiga pada
setiap aktivitas suaminya, bahkan cemburu kepada teman dan
sahabatnya, maka inilah isteri yang bodoh. Dengan sifatnya tersebut,
maka kehidupan rumah tangganya, rasa cinta, kepercayaan di antara
keduanya akan terputus dan hancur. Dan bagi wanita yang rasa
cemburunya tersulut karena suatu sebab, kemudian ia merasa hal itu
tidak pada tempatnya, hendaklah ia menyadari kesalahannya, lalu
melakukan perbaikan atas sikapnya tersebut. Dan yang paling penting
adalah, tidak mengulangi lagi kesalahan serupa di kemudian
hari.
KECEMBURUAN LAKI-LAKI
Di antara salah satu adab
pergaulan antara suami-isteri, yaitu seorang suami seharusnya
bersikap pertengahan dalam hal kecemburuan kepada isteri, sehingga
tidak terlalu berlebih-lebihan, atau sebaliknya menganggap remeh
sikap cemburu. Hendaknya ia melakukan tindakan preventif. Jangan
beriskap lengah terhadap hal-hal yang perlu dikhawatirkan bahayanya.
Tetap menjaga isterinya, namun dalam batas-batas yang telah
digariskan syari'at. Hal seperti ini dan semisalnya, termasuk jenis
cemburu yang terpuji. Adapun sikap cemburu suami yang
berlebih-lebihan serta prasangka yang tidak dilandasi bukti dan akal
sehat, dan juga selalu mengontrol dan mengawasi isteri dalam segala
perbuatannya, maka ini termasuk perbuatan yang tercela lagi
diharamkan.
Allah berfirman :
"Hai orang-orang
yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya
sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kalian mencari-cari
kesalahan orang lain" [al Hujurat/49:12]
Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam juga melarang para suami mencari-cari
kesalahan isteri. Sebagaimana beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam
tegaskan dalam hadits: “Ada jenis cemburu yang Allah membencinya.
Yaitu kecemburuan suami kepada isteri yang tidak disertai adanya
indikasi kuat yang mendukungnya".[8]
Barangsiapa
mengabaikan sifat cemburu yang bisa lebih menguatkan hubungan cinta
di antara suami isteri, maka ia hidup dengan hati yang rusak dan
melenceng dari fitrahnya. Dijelaskan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam : “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada ad-dayyuts pada
hari kiamat, dan tidak akan memasukkannya ke dalam
surga”.[9]
Dayyuts adalah, seorang suami yang tidak memiliki
sifat cemburu dan membiarkan isterinya berbuat maksiat. Dan
sebaliknya, suami yang terlalu berlebihan rasa cemburunya akan hidup
sengsara dan tersiksa, bahkan jarang seorang isteri yang mampu hidup
lama dengannya, karena selalu merasa diawasi dan merasa
tertekan.
Sikap yang wajar dalam masalah ini akan membawa
dampak positif, terpeliharanya harga diri, kehormatan dan tercapainya
kehidupan yang berbahagia. Sikap pertengahan dalam menyikapi rasa
cemburu, artinya ia menjauh dari berprasangka buruk, tidak
mencari-cari satu perkara secara mendetail bila tidak perlu,
menghindari sikap tergesa dalam menerima berita -yang sengaja
dihembuskan oleh orang yang mempunyai niat buruk- tanpa menyaringnya,
berhati-hati terhadap perkara yang dikhawatirkan membahayakan, dan
menjaga diri dari perilaku yang merusak. Jika hal itu dapat dipenuhi,
maka itulah keutamaan yang sebenarnya. Sebaliknya, apabila tidak,
maka akan membawa malapetaka bagi kehidupan rumah tangga.
Terkadang
ada di antara para suami yang terjangkiti sifat cemburu buta. Dia
merasa cemburu (pada isterinya) dari semua orang, sehingga isteri
dilarang mengunjungi atau dikunjungi, meski kunjungan dari
orang-orang mulia dan terhormat. Suami tidak bisa menerima, jika
pintu rumahnya terbuka. Dia tidak merasa nyaman jika ada seseorang
mengunjungi isterinya, tanpa sepengetahuannya. Atau saat ia tidak
berada di rumah. Jika ia berangkat kerja, seluruh pintu ditutup,
kunci-kunci dibawanya, dan setelah pulang seluruh kamar dikelilingi
dan diamati. Sampai-sampai bila orang tua atau mahram dari isterinya
datang berkunjung, maka harus menunggu di luar rumah sampai suami
yang pecemburu itu tiba. Sungguh ini bisa menjadikan si isteri dan
kerabatnya merasa tersinggung dan marah karena merasa tidak dihargai.
Kepada suami yang memiliki sifat demikian, rasanya lebih adil
dan tepat jika dikatakan kepadanya: "Yang engkau lakukan itu,
bukan termasuk cemburu yang benar menurut agama. Juga bukan
kecemburuan seorang yang benar-benar disebut laki-laki. Itu tidak
lebih sekedar kekhawatiran yang berlebihan, sehingga dengannya engkau
telah membelenggu isterimu dari hak syar’inya. Dalam keadaan
demikian, isterimu seperti bukan makhluk hidup padahal bukan pula
benda mati. Engkau telah memadamkan cahaya kemuliaan dan
kehormatannya. Nama baiknya akan menjadi pembicaraan di tengah
publik. Sekiranya engkau termasuk orang muslim yang benar, yang
berpegang pada akhlak dan etika Islam, tentu engkau akan melaksanakan
firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, yang artinya: "Hai orang-orang
yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya
sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kalian mencari-cari
kesalahan orang lain". [al Hujurat/49:12].
Sebaliknya,
ada seorang suami yang terpesona dengan peradaban modern dan
kemewahan duniawi. Maka diajaklah isterinya pergi ke tempat-tempat
hiburan, diberikanlah kebebasan kepada isterinya untuk berkenalan
dengan orang lain, yang baik maupun yang buruk akhlaknya. Hingga
akhirnya si isteri pun melakukan hal-hal yang dilarang agama.
Ternyata kemudian, si suami merasa cemburu. Sesampai di ke rumah,
dihitunglah kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat isterinya,
hingga terjadilah perselisihan di antara mereka. Namun suami ini
tetap lalai dan belum menyadari keteledorannya. Dia selalu saja
membuka pintu rumahnya bagi siapa pun, kawan-kawan atau koleganya.
Dia tidak merasa berdosa jika mereka datang saat ia tidak ada. Hingga
akhirnya, jika telah ada berita buruk tentang kehormatan isterinya,
dia baru menyadari kelengahannya, cemburu lagi, marah besar dan naik
pitam.
Wahai, suami yang lalai! Kecemburuanmu tak lagi
bermanfaat setelah semua petaka itu terjadi. Kecemburuanmu adalah
kecemburuan yang dibenci, yang tidak membuahkan apa-apa selain
kehancuran mahligai rumah tanggamu. Maka tinggalkanlah kecemburuanmu
yang palsu itu. Gantilah dengan kecemburuan yang dibenarkan agama,
yakni kecemburuan lelaki sejati, kecemburuan yang bijak dan tidak
membabi-buta. Itulah kecemburuan yang dicintai Allah, yang tidak
mungkin menjadi sebab timbulnya hal-hal negatif di kalangan
orang-orang baik dan terhormat.
Dengan hidayah Allah
Subhanahu wa Ta'ala, dan di atas nilai-nilai yang utama inilah,
kebahagiaan hidup bagi seluruh lapisan masyarakat bisa tercapai.
Wallahu a’lam.
Maraji’ Utama :
- Tuhfatul-‘Arus,
az-Zawaj as-Said fil-Islam, Majdi Muhammad asy-Syahawi, Aziz Ahmad al
Aththar, Maktabah at-Taufiqiyyah.
- Tuhfatul-‘Arus aw az-Zawaj
al Islamy as-Said, Mahmud Mahdi al-Istanbuli, Darul-Ma’rifah,
Darul-Baidha’, Cetakan ke-5, Tahun 1406.
[Disalin dari
majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun X/1428H/2007M. Diterbitkan Yayasan
Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
________
Footnote
[1]. Sunan al Baihaqi (7/308).
[2]. Hadist riwayat al Bukhari
(5/2002).
[3]. Hadist riwayat al Bukhari (5/2003).
[4]. Lihat
Fathul Bari (7/149 dan 9/236).
[5]. Hadist riwayat al Bukhari
(5/2004).
[6]. Hadist riwayat Muslim (2/670), secara ringkas dari
hadits yang panjang.
[7]. Hadist riwayat Ahmad. Lihat Majmu’
Zawaid (8/19).
[8]. Hadist riwayat al Bazzar dan ath-Thabrani.
Lihat Majma’ az-Zawaid (7/320).
[9]. Hadits riwayat Ahmad (2/69,
128, 134).