Jumat, 13 Juli 2012

10 Macam Buah Amal Shaleh (Risalah Uad jilid 2)


10 Macam Buah Amal Shaleh (Risalah Uad jilid 2)

Jan.12, 2012 in Blog Competition
Oleh : “Dr.Abdul Fadlil, M.T.”
Di Ambil Dari  : “Ringkasan Khutbah Jum’at  Dimasjid Kampus 3 UAD)
Hari/Tanggal  : Jum’at 6 Januari 2012
“demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. “ (QS al-‘ashr : 1-3)
Kebanyakan Manusia pada hakikatnya adalah termasuk orang –orang yang dalam kehidupannya menuai kerugian , seperti yang terkutip didalam  QS al’ashr   , tetapi ada sebagian manusia yang mempunyai hal yang sebaliknya dari itu semua yaiutu manusia yang dikategorikan manusia yang untung. Manusia yang untung itu ia lah manusia yang mempunyai iman, amal sholih , dakwah (menasehati dalamm kebenaran) dan sabar. Itu semua adalah cirri-ciri orang yang dalam kehidupannya dan akhiratnya termasuk orang-orang yang beruntung.
Maka Dengan ketaqwaan yang kita selalu bina sehingga kita mampu menjadi manusia  pengucualiandari ayat tersebut  yaitu menjadi orang yg beruntung. marilah meningkatkan iman dan amal sholih insya allah kita akan termasuk orang2 yg beruntung , ama shalih adalah suatu saran a yg dpt menjadikan kita dalam golongan orang-orang yang beruntung.
Karena dalam firmannya Allah menegaskan bahwa orang yang mengaerjakan amal sholih itu mendapat keuntungan yg begitu besar bagi siapa yg mengerjakannya
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”. (QS An-Nahl : 97)
, inilah janji Allah bagi orang –orang yang beramal sholih. dlm hal ini seseorang berusaha meningkatkan amal demi kehidupan dan mendambakan kehidupan yg baik dari hari-kehari, bulan kebulan bahkan tahun ke tahun , sehingga pada tahun yg baru ini semoga kita salah satu dari orang yg beruntung. Dan ditahun yang  akan kita lalui semakin membuka jlan kita untuk terus meningkatkan amal sholih , yg kemudian dapat menjadikan keuntung dunia dan akhirat bagi kita,
Ada 10 macam buah amal sholih bagi kehidupan manusia :
1)       Allah akan memberinya Rezeki yg baik
Allah aakn karuniakan kehidupan yg baik , dengan cara menurunkan kepadanya rezeki yang halal dan baik. Sehingga apa yang ia makan adalah sesuatu yang baik.
“Maka orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia” (QS Al-Hijr : 50)
Maka jka ada pertanyaan bagaimana kita agar mendptkan rezeki yang baik atau  amal sholih apa yg membuat itu semua , agar orang  mudah mendapatkan rzeki lalu bagaimana kita berseikap, jawabannya nya sangat sedehana yaitu membangun amal sholih baik dengan Allah maupun dengan manusia. Dengan begituinsya Allah , kehidupan kita akan dikaruniai Allah dengan xrezeki yg baik.
2)       Allah Akan memberikan Derajat yang tinggi
Allah akan meningkatkan harkat dan martabat kita dengan amal yang kita lakukan, karena Allah tidak akan menyia-nyiakan sedikitpun amal kebaikan hambanya dan kebaikan itu akan dibalas dengan balasan yang baik, oleh karenanya didlm kehidupan kita salah satu cara Allahmengangkat derajat manusia adalah dengan amal kebaikan yang mereka kerjakan.
“ dan Barangsiapa datang kepada Tuhannya dalam Keadaan beriman, lagi sungguh-sungguh telah beramal saleh, Maka mereka Itulah orang-orang yang memperoleh tempat-tempat yang Tinggi (mulia),” (QS Thaaha : 75)
3)       Sukses
Orang yang senantiasa melakukan amal sholeh Allah akan membimbingnya untuk hidup dalam kehidupan yang baik dan akan selalu membimbingnya dalam menentukan segala hal dengan bimbingannya
4)       Keimanan dan ketaqwaan diri
Salah satu bukti dari sebuah keimanan adalah sebuah amal, oleh kerena itu amal adalah sebuah perwujudan dari matangnya iman dalam ketaqwaan bagi para hambanya sehingga semakin banyak orang melaukakan amal kebaikan maka kualitas iman dan taqwaanya insyaallah juga akan bertambah
5)       Terhidar dari kegelapan
Orang yang beramal sholih, semua tindak tanduknya senantiasa mengingat Rabbnya , sehingga Allahpun juga ajan mengungatnya hal itulah yang menyebabkan Allah akan selalu menjaga dan membimbing para hambanya yang senantiasa melakukan perbuatan baik.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka diberi petunjuk oleh Tuhan mereka karena keimanannya, di bawah mereka mengalir sungai- sungai di dalam syurga yang penuh kenikmatan.” (QS Yunus :9)
6)       Diberi Rahmat
Orang-orang yang mengerjakan kebaikan Allah menjanjikannya dengan limpahan curahan rahmatnya seperti didalam al-qur’an Allah berfirman:
“ Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh Maka Tuhan mereka memasukkan mereka ke dalam rahmat-Nya (surga). Itulah keberuntungan yang nyata. (QS At –jatsyiah :30)
7)       Hilangny rasa takut dan khawatir
8)       Pahala yg cukup
“Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, Maka Allah akan memberikan kepada mereka dengan sempurna pahala amalan-amalan mereka; dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim”. (QS ali-Imran :57)
9)       Diberi ampunan
“dan orang-orang yang beriman dan beramal saleh, benar-benar akan Kami hapuskan dari mereka dosa-dosa mereka dan benar-benar akan Kami beri mereka Balasan yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan.” (QS Al-Ankabut : 7)
10)   Setelah mendapat ampunan maka syurga
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh dan merendahkan diri kepada Tuhan mereka, mereka itu adalah penghuni-penghuni syurga; mereka kekal di dalamnya.” (QS Hud :23)

Tafsir Surat Al-'ashr (wal 'ashr)


                            Tafsir Surat Al-'ashr (wal 'ashr)


Demi masa,[1]. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian,[2]. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.”[3]
Info Umum
Surat ini diturunkan di kota Mekkah dan ayatnya berjumlah 3 ayat
Keutamaannya
Ath-Thabarany meriwayatkan di dalam al-Mu’jam al-Awsath (no.5097) dengan sanadnya dari ‘Abdullah bin Hishn, dia berkata, “Ada dua orang shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam., yang bila saling bertemu, tidak berpisah kecuali salah satunya membacakan kepada yang lainnya surat al-‘Ashr hingga selesai, kemudian masing-masing saling memberi salam.”
Imam asy-Syâfi’iy berkata, “Andaikata manusia hanya mentadabburi (merenungi) surat ini saja, tentu sudah cukup bagi mereka.”
Kosa Kata
Kata وَالْعَصْرِ : Huruf Wâw tersebut adalah Wâw al-Qasam (huruf yang bermuatan sumpah)
Sedangkan kata al-‘Ashr artinya masa dimana terjadinya gerak-gerik manusia.
Kata اْلإِنسَان : maksudnya adalah semua individu manusia
Kalimat إِلاَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ :
Allah Ta’ala menjelaskan bahwa semua manusia berada dalam kerugian total kecuali orang yang memiliki empat kualifikasi yaitu iman, amal shalih, nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.
Jadi mereka mengoleksi antara pembenaran dan iman terhadap hal yang diperintahkan Allah agar beriman dengannya. Namun, iman tidak akan dapat terealisasi tanpa keberadaan ilmu yang merupakan cabang darinya dimana hanya bisa terlengkapi dengannya.
Sedangkan amal shalih mencakup semua perbuatan baik, yang zhahir maupun bathin, wajib maupun Mustahabb (dianjurkan) yang terkait dengan hak-hak Allah dan hak makhluk-Nya.
Kalimat وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ : mereka saling nasehat-menasehati, berjanji, mewasiatkan satu sama lain, menggalakkan dan mensugesti untuk selalu beriman dan beramal shalih.
Kalimat وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ : mereka saling berwasiat satu sama lain agar bersabar berikut dengan semua jenis-jenisnya, yaitu: sabar di dalam berbuat keta’atan kepada Allah, sabar untuk tidak berbuat maksiat kepada-Nya dan sabar terhadap takdir-takdir Allah yang tidak mengenakkannya.
Di dalam surat yang agung ini jelaslah bahwa semua manusia berada dalam kerugian kecuali orang yang memiliki empat kualifikasi, yaitu iman, amal shalih, nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.
Dengan dua hal pertama (iman dan amal shalih), seorang hamba dapat melengkapi dirinya sendiri sedangkan dengan dua hal berikutnya dia dapat melengkapi orang lain dan dengan melengkapi keempat-empatnya, maka jadilah seorang hamba orang yang terhindar dari kerugian dengan meraih keuntungan yang besar. Inilah yang tentunya akan selalu diupayakan oleh seorang insan yang berakal di dalam kehidupannya.
Pesan Moral Surat Ini
1. Bahwa Allah berhak untuk bersumpah dengan makhluk-Nya mana saja yang dikehendaki-Nya sedangkan seorang hamba tidak boleh bersumpah selain dengan (atas nama) Khaliqnya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW., “Barangsiapa yang bersumpah dengan selain Allah, maka dia telah melakukan kekufuran atau berbuat kesyirikan.”
2. Semua manusia berada dalam kerugian kecuali orang yang memiliki empat kualifikasi, yaitu iman, amal shalih, nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.
3. Iman semata yang hampa dari amal, tidak akan berguna bagi pemiliknya.
4. Keutamaan berdakwah kepada Allah Ta’ala dan saling nasehat-menasehati.
5. Keutamaan sabar dengan semua jenis-jenisnya, khususnya terhadap hal yang dialami oleh seorang Muslim sebagai resiko yang harus dihadapinya di dalam berdakwah kepada Rabbnya, baik berupa perkataan, tindakan secara fisik, terhadap hartanya ataupun anaknya.
(SUMBER: Silsilah Manâhij Dawrât asy-Syar’iyyah- at-Tafsîr- Fi`ah an-Nâsyi`ah oleh Dr.Ibrâhim al-Huwaimil, h.47-49)
disadur dari ; alsofwah.or.id

Selasa, 10 Juli 2012

Suami Sholeh


Banyak Sekali Ulasan-ulasan Mengenai Istri Sholehah, Lalu Apa Hanya Istri Yang Harus Sholehah ? Jika Tidak, Lain Dengan Istri Sholehah, Bagaimanakah Suami Yang Sholeh Itu ?

Siapa yang tak menginginkan Suami yang sholeh, untuk suami pun sesungguhnya juga menginginkan seorang istri yang sholehah. Jika tadi kita mengulas tentang Istri sholehah, kali ini kita akan mengulas tentang Suami sholeh. Sedikit mengulas kembali dan mengingat kembali tentang istri sholehah, Salah satunya yang terkandung di dalam surat :
An – Nisaa’ (4) 34:
“Sebab itu, wanita sholehah ialah yang taat kepada Alloh (bi ma hafizhallah) dan memelihara diri ketika suaminya tidak ada karena Alloh telah memelihara (mereka)…”
Lalu, bagaimana Sunnah Nabi Muhammad SAW., dalam adab suami – istri? Berikut beberapa adab suami terhadap kaum wanita terutama istri. Dan ciri-ciri Suami yang Sholeh :
1. Tanggung jawab terhadap Istri dan Keluarganya
Dari Ibnu Umar RA., Rosul Saw bersabda:
“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Seorang penguasa adalah pemimpin, seorang suami adalah seorang pemimpin terhadap keluarganya, dan seorang istri adalah pemimpin atas rumah suami serta anaknya. Kalian adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya.” (Muttafaq Alaih)
Beberapa kajian dari berbagai buku, kitab, majelis maupun situs web, menempatkan hal yang sama tentang tanggung jawab ini. Teringat seorang Mario Teguh berbicara tentang Pria yang sukses selalu mempunyai istri yang hebat yang mendukungnya.
2. Bersikap Baik Terhadap Wanita
Dari Abu Hurairoh RA., Rosul SAW bersabda:
“Barangsiapa beriman kepada Alloh SWT dan Hari Akhir, hendaklah ia tidak mengganggu tetangganya. Jagalah pesanku tentang kaum wanita agar mereka diperlakukan dengan baik. Sebab mereka diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok. Tulang rusuk yang paling bengkok adalah yang paling atas. Jika engkau berusaha untuk meluruskannya, tulang itu akan patah. Jika engkau membiarkannya, tulang itu tetap bengkok. Oleh karena itu, jagalah pesanku tentang kaum wanita agar mereka diperlakukan dengan baik.” (Muttafaq Alaih)
Sudah merupakan prinsip dasar manajemen ilmu kepemimpinan, tidak ada “bawahan” yang lalai, yang ada adalah pemimpin yang bodoh.
3. Larangan Bersikap Buruk Terhadap Wanita
Rosul SAW bersabda:
“Aku ingatkan kepada kalian tentang 2 orang yang lemah, yaitu anak yatim dan wanita.” (HR. Imam Ahmad, Ibnu Majah, Al Hakim)
Hadits ini memperingatkan agar tidak memperlakukan buruk kaum wanita, yang sering dianalogikan bagai kaum yang tertawan layaknya burung dalam sangkar. Tidak ada yang namanya mencari – cari alasan untuk menyakiti mereka.
4. Larangan Menyakiti Wanita Terutama Istri
Umar bin Khothob pernah mendatangi Rosul SAW, seraya berkata: “Kadang – kadang kaum wanita berbuat durhaka kepada suaminya.” Umar meminta keringanan untuk diperbolehkan memukul mereka. Namun, sejumlah wanita mendatangi istri – istri Nabi SAW, dan mengadukan perlakuan suami mereka. Rosul SAW bersabda:
“Banyak wanita mendatangi istri – istri Muhammad untuk mengadukan perlakuan suami mereka. Suami – suami tersebut bukanlah orang – orang terbaik.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, Al – Darimi, Ibnu Hibban, Al Hakim)
Jadi, tidak seperti lagu Betaria Sonata yang ingin dipulangkan ke rumah orangtuanya karena ditampar oleh suaminya….tanda merah di pipi.
5. Memanggilnya dengan Panggilan Mesra
“Adhek, Eneng, Dinda, Jeng, Sayang, Bunda, Mah, Ummi, Cinta, Honey”…apakah sangat sulit dan kelu sekali lidah untuk mengucapkan demikian? Rasa malu wanita memang sangatlah besar, tetapi Suami-lah yang menjadi selimut malu kaum istri tersebut. Tidakkah akan kita dapati, senyum tersipu dan tertahan dari istri jika diperlakukan demikian?
Tahukah bagaimana Rosul SAW memanggil Bunda Aisyah RA.,? Dalam beberapa riwayat diceritakan, Rosululloh SAW memanggil Aisyah RA., dengan panggilan Humairo’ daripada memanggil dengan namanya, bahkan di depan para sahabat. Humairo’…”pipi yang kemerah – merahan”. Kalau istri anda menyukai kucing, kenapa tidak memanggilnya dengan “Ummu Hurairoh”?
6. Mendidik Kaum Wanita
Dari Abu Musa Al – Asy’ari RA., Rosul SAW bersabda:
“Siapa saja pria yang menpunyai anak wanita, lalu memberinya pendidikan dengan sebaik – baiknya, mengajarinya perilaku terpuji dengan sebaik – baiknya, lalu menikahkannya, ia memperoleh 2 pahala.” (Muttafaq Alaih)
Seorang hakim yang sangat waro’, Isa bin Miskin, senantiasa mengajari anak – anak wanita dan pelayannya. Setiap selesai sholat Ashar, Ibnu Sahnun, memanggil kedua anak wanitanya dan keponakan – keponakan wanitanya belajar Al – Qur’an dan pengetahuan lain.
Semoga Bermanfaat.



Saudariku, Janganlah Engkau Sakiti Kedua Orangtuamu


Saudariku, Janganlah Engkau Sakiti Kedua Orangtuamu

Penulis: Ummu Rumman
Muroja’ah: Ust. Abu Salman
Segala puji bagi Rabb alam semesta, shalawat dan salam atas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diutus sebagai rahmat bagi alam semesta.
Saudariku muslimah…
Pernahkah engkau memperhatikan seorang anak kecil yang tengah bersama orang tuanya? Atau, ingatlah masa kecilmu dulu sampai masa sekarang.
Ingatlah betapa besar kasih sayang kedua orang tuamu kepadamu. Ingatlah betapa besar perhatian mereka akan tempat tinggalmu, makan dan minummu, pendidikanmu, serta penjagaan mereka pada waktu malam dan siang. Ingatlah betapa besar kekhawatiran mereka ketika engkau sakit hingga pekerjaan yang lain pun mereka tinggalkan demi merawatmu. Uang yang mereka cari dengan susah payah rela mereka keluarkan tanpa pikir panjang demi kesembuhanmu. Ingatlah kerja keras siang malam yang mereka lakukan demi menafkahimu. Niscaya engkau akan mengetahui kadar penderitaan kedua orang tuamu pada waktu mereka membimbing dirimu hingga beranjak dewasa.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan di dalam Al qur’an, agar manusia berbakti kepada kedua orang tuanya.
“Dan Rabbmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua. Dan jika salah satu dari keduanya atau kedua-duanya telah berusia lanjut dalam pemeliharaanmu maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak keduanya. Dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang mulia, dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah: ‘Wahai Tuhanku, sayangilah mereka keduanya, sebagaimana keduanya telah menyayangi aku waktu kecil.’” (Al Israa’: 23-24)
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman dalam surat An Nisaa’ ayat 36, “Dan sembahlah Allah dan janganlah menyekutukan-Nya dengan sesuatu, dan berbuat baiklah kepada kedua ibu bapak, kepada kaum kerabat, kepada anak-anak yatim, kepada orang-orang miskin, kepada tetangga yang dekat, tetangga yang jauh teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan dirinya.” (An Nisaa’: 36)
Jika kita perhatikan, berbuat baik kepada kedua orang tua seperti yang tercantum pada ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa berbakti kepada kedua orang tua menduduki peringkat kedua setelah mentauhidkan (mengesakan) Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam beribadah. Karena itu bisa kita pahami bahwa tidak boleh terjadi bagi seorang yang mengaku bertauhid kepada Allah tetapi ia durhaka kepada kedua orang tuanya, wal iyadzubillah nas alullaha salamah wal ‘afiyah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala yang Menciptakan dan Allah yang Memberikan rizki, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala sajalah yang berhak diibadahi. Sedangkan orang tua adalah sebab adanya anak, maka keduanya berhak untuk diperlakukan dengan baik. Oleh karena itu, merupakan kewajiban bagi seorang anak untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, kemudian diiringi dengan berbakti kepada kedua orang tuanya.
Saudariku, marilah kita belajar dari mulianya akhlaq para salaf dalam berbakti kepada kedua orang tuanya. Sesungguhnya dari kisah mereka kita dapat mengambil pelajaran yang baik. Dari Ibnu Aun diriwayatkan bahwa ia menceritakan, Seorang lelaki ada yang pernah menemui Muhammad bin Sirin di rumah ibunya. Ia bertanya, “Ada apa dengan Muhammad? Apakah ia sakit?” (karena Muhammad bin Sirin suaranya lirih hampir tak terdengar bila berada di hadapan ibunya. red). Orang-orang di situ menjawab, “Tidak. Cuma demikianlah kondisinya bila berada di rumah ibunya.”
Dari Hisyam bin Hissan, dari Hafshah binti Sirin diriwayatkan bahwa ia menceritakan, “Muhammad, apabila menemui ibunya, tidak pernah berbicara dengannya dengan suara keras demi menghormati ibunya tersebut.”
Dari Ibnu Aun diriwayatkan bahwa ia menceritakan, “Suatu hari ibunya memanggil beliau, namun beliau menyambut panggilan itu dengan suara yang lebih keras dari suara ibunya. Maka beliau segera membebaskan dua orang budak.”
Dari Muhammad bin sirin diriwayatkan bahwa ia menceritakan, pada masa pemerintahan Ustman bin Affan, harga pokok kurma mencapai seribu dirham. Maka Usamah bin Zaid bin Haritsah mengambil dan menebang sebatang pokok kurma dan mencabut umbutnya (yakni bagian di ujung pokok kurma berwarna putih, berlemak berbentuk seperti punuk unta, biasa dimakan bersama madu), lalu diberikan kepada ibunya untuk dimakan. Orang-orang bertanya, “Apa yang menyebabkan engkau melakukan hal itu, padahal engkau tahu bahwa pokok kurma kini harganya mencapai seribu dirham?” Beliau menjawab, “Ibuku menhendakinya. Setiap ibuku menginginkan sesuatu yang mampu kudapatkan, aku pasti memberikannya.”
Saudariku, andaikan (kelak) kita menjadi orang tua, tidakkah kita akan kecewa dan bersedih hati bila anak kita berkata kasar kepada kita, orang tuanya yang telah membesarkannya. Lalu, apakah kita akan tega melakukannya terhadap orang tua kita saat ini? Mereka yang selalu berusaha meredakan tangis kita ketika kecil. Ingatlah duhai saudariku, doa orang tua terutama ibu adalah doa yang mustajab. Maka janganlah sekali-kali engkau menyakiti hati mereka meskipun engkau dalam pihak yang benar.
Cermatilah kisah berikut ini saudariku…
Dari Abdurrahman bin Ahmad, meriwayatkan dari ayahnya bahwa ada seorang wanita yang datang menemui Baqi’ dan mengatakan, “Sesungguhnya anakku ditawan, dan saya tidak memilki jalan keluar. Bisakah anda menunjukkan orang yang dapat menebusnya; saya sungguh sedih sekali.” Beliau menjawab, “Bisa. Pergilah dahulu, biar aku cermati persoalannya.” Kemudian beliau menundukkan kepalanya dan berkomat-kamit. Tak berapa lama berselang, wanita itu telah datang dengan anak lelakinya tersebut. Si anak bercerita, “Tadi aku masih berada dalam tawanan raja. Ketika saya sedang bekerja paksa, tiba-tiba rantai di tanganku terputus.” Ia menyebutkan hari dan jam di mana kejadian itu terjadi. Ternyata tepat pada waktu Syaih Baqi’ sedang mendoakannya. Anak itu melanjutkan kisahnya, “Maka petugas di penjara segera berteriak. Lalu melihatku dan kebingungan. Kemudian mereka memanggil tukang besi dan kembali merantaiku. Selesai ia merantaiku, akupun berjalan, tiba-tiba rantaiku sudah putus lagi. Mereka pun terbungkam. Mereka lalu memanggil para pendeta mereka. Para pendeta itu bertanya, ‘Apakah engkau memilki ibu?’ Aku menjawab, ‘Iya.’ Mereka pun berujar, ‘mungkin doa ibunya, sehingga terkabul’.”
Kejadian itu diceritakan kembali oleh al Hafizh Hamzah as Sahmi, dari Abul Fath Nashr bin Ahmad bin Abdul Malik. Ia menceritakan, aku pernah mendengar Abdurrahman bin Ahmad menceritakannya pada ayahku, lalu ia menuturkan kisahnya. Namun dalam kisahnya disebutkan, bahwa mereka berkata, “Allah telah membebaskan kamu, maka tidak mungkin lagi bagi kami menawanmu.” Mereka lalu memberiku bekal dan mengantarkan aku pulang.
Saudariku muslimah…
Maukah engkau kuberitahu amalan utama yang dapat membuatmu dicintai Allah? Tidakkah engkau ingin dicintai Allah, saudariku? maka sambutlah hadist berikut ini.
“Dari Abdullah bin Mas’ud katanya: ‘Aku bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang amal-amal paling utama dan dicintai Allah,’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Pertama shalat pada waktunya (dalam riwayat lain disebutkan shalat di awal waktu), kedua berbakti kepada kedua orang tua, ketiga jihad di jalan Allah.’” (HR. Bukhari I/134, Muslim No.85, Fathul Baari 2/9)
Saudariku muslimah…
Tidakkah engkau ingin selalu dalam keridhaan Allah? Maka, jadikanlah kedua orang tuamu ridha kepadamu, sebab keridhaan Allah berada dalam keridhaan kedua orang tuamu. Dan kemurkaan Allah berada dalam kemurkaan kedua orang tuamu. Seandainya ada seorang hamba datang di hari kiamat dengan membawa amal perbuatan seribu orang shiddiq, namun dia durhaka kepada kedua orang tuanya, maka Allah Tabaaraka wa Ta’ala tidak akan melihat amalannya yang begitu banyak walau sedikit pun. Sedangkan tempat kembali orang seperti ini tidak lain adalah neraka. Dan tidak ada seorang hamba laki-laki atau perempuan yang membuat wajah kedua orang tua atau salah satu dari mereka tertawa, kecuali Allah akan mengampuni semua kesalahan dan dosanya. Dan tempat kembali orang seperti ini adalah surga. Tidakkah kita menginginkan surga, saudariku?
Saudariku muslimah…
Sesungguhnya hak-hak kedua orang tuamu atas dirimu lebih besar dan berlipat ganda banyaknya sehingga apapun yang engkau lakukan dan sebesar penderitaan yang engkau rasakan ketika kamu membantu bapak dan ibumu, maka hal itu tidak akan dapat membalas kedua jasanya. Di dalam hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari disebutkan bahwa ketika sahabat Abdullah bin Umar radhiyallahu anhu melihat seseorang menggendong ibunya untuk thawaf di Ka’bah dan ke mana saja ‘si ibu’ menginginkan, orang tersebut bertanya, “Wahai Abdullah bin Umar, dengan perbuatanku ini apakah aku sudah membalas jasa ibuku?” Jawab Abdullah bin Umar radhiyallahu anhu, “Belum, setetes pun engkau belum dapat membalas kebaikan kedua orang tuamu.” (Shahih Al adabul Mufrad no. 9)
Saudariku muslimah…
Tidakkah engkau ingin diluaskan rizkimu dan dipanjangkan umurmu oleh Allah? Maka perhatikanlah dengan baik sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barang siapa yang suka diluaskan rizkinya dan dipanjangkan umurnya maka hendaklah ia menyambung tali silaturahim.” (HR. Bukhari 7/72, Muslim 2557, Abu dawud 1693)
Saudariku, betapa besar semangat dan bahagianya hati kita ketika silaturrahim kepada teman-teman kita. Perjalanan jauh pun tidak kita anggap sulit. Ketika sudah bersama mereka, waktu seakan berjalan dengan cepat. Lalu, manakah waktu untuk silaturrahim kepada kedua orang tua kita? Beribu alasan pun telah kita siapkan.
Tahukah engkau saudariku, bukankah orang tua adalah keluarga terdekat kita. Maka merekalah yang haknya lebih besar untuk kita dahulukan dalam masalah silaturrahim. Ingatlah pula bahwa merekalah yang selalu berada di sisi kita baik ketika bahagia maupun duka, berkorban dan selalu menolong kita lebih dari teman-teman kita. Lalu, masih enggankah kita membalas segala pengorbanan mereka?
Saudariku muslimah…
Berbuat baik kepada kedua orang tua merupakan sebuah keharusan, bahkan hal ini harus didahulukan daripada fardlu kifayah serta amalan-amalan sunnah lainnya. Didahulukan pula daripada jihad (yang hukumnya fadlu kifayah) dan hijrah di jalan Allah. Pun harus didahulukan daripada berbuat baik kepada istri dan anak-anak. Meski tentu saja hal ini bukan berarti kemudian melalaikan kewajiban terhadap istri dan anak-anak.
Saudariku, taatilah kedua orang tuamu dan janganlah engkau menentang keduanya sedikit pun. Kecuali apabila keduanya memerintahkan padamu berbuat maksiat kepada Tuhanmu, karena sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Tidak ada ketaatan bagi makhluk apabila pada saat yang sama bermaksiat kepada Sang Pencipta.” (HR. Ahmad)
“Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua orang tuanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu, hanya kepada-Kulah tempat kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuannya tentang itu, maka janganlah kamu menaati keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Luqman 14-15)
Sering kali, ketika rasa kecewa telah memenuhi hati kita, kekecewaan yang muncul akibat orang tua yang tidak tahu dan tidak paham akan kebenaran Islam yang sudah kita ketahui, bahkan ketika mereka justru menjadi penghalang bagi kita dalam tafaquh fiddin, kita jadi seakan-akan mempunyai alasan untuk tidak mempergauli mereka dengan baik.
Saudariku, ingatlah bahwa sejelek apapun orang tua kita, kita tetap tidak akan bisa membalas semua jasa-jasanya. Ingatlah, bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala pun tetap memerintahkan kita untuk mempergauli mereka dengan baik, meskipun mereka telah menyuruh kita berbuat kesyirikan. Ya, yang perlu kita lakukan hanyalah tidak mentaati mereka ketika mereka menyuruh kita untuk bermaksiat kepada Allah dan tetap berlaku baik pada mereka. Lebih dari itu, tidakkah kita ingin agar bisa mereguk kebenaran dan keindahan Islam bersama mereka, saudariku? Tidakkah kita menginginkan kebaikan dan keselamatan bagi mereka sebagaimana mereka yang selalu menginginkan kebaikan dan keselamatan bagi kita? Tidakkah kita ingin agar Allah mempertemukan kita di Jannah-Nya? Karena itu, bersabarlah saudariku. Bersabarlah dalam membimbing dan berdakwah pada mereka sebagaimana mereka selalu sabar dalam membimbing dan mengajari kita dahulu. Jangan pernah putus asa saudariku, batu yang keras sekalipun bisa berlubang karena ditetesi air terus menerus.
Tahukah engkau saudariku, salah satu doa yang mustajab? Yaitu doa dari seorang anak yang shalih untuk orang tuanya. Sambutlah kembali hadiah nabawiyah ini, saudariku.
Dalam hadist Abu Hurairoh radhiyallahu anhu disebutkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila manusia mati, putuslah amalnya kecuali tiga perkara: sadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shalih yang mendoakan orang tuanya.” (HR. Muslim)
Dari Abu Hurairoh radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah pasti mengangkat derajat bagi hamba-Nya yang shalih ke surga, maka ia bertanya, ‘Ya Allah, bagaimana itu bisa terjadi?’ Allah menjawab, ‘Berkat istigfar anakmu untukmu.’” (HR. Ahmad)
Diriwayatkan dari Umar bin Khaththab radhiyallahu anhu berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Kelak akan datang kepada kamu sekalian seseorang bernama Uwais bin ‘Amir, anak muda yang belum tumbuh janggutnya, keturunan Yaman dari kabilah Qarn. Pada tubuhnya terkena penyakit kusta, namun penyakit itu sembuh daripadanya, kecuali tersisa seukuran uang dirham. Dia mempunyai ibu yang ia sangat berbakti kepadanya. Apabila ia berdoa kepada Allah niscaya dikabulkan, maka jika engkau bertemu dengannya dan memungkinkan minta padanya memohonkan ampun untukmu maka lakukanlah.” (HR. Muslim dan Ahmad)
Nah, saudariku. Janganlah engkau enggan untuk berdoa demi kebaikan orang tuamu. Sekeras apapun usaha yang engkau lakukan, bila Allah tidak berkehendak, niscaya tidak akan pernah terwujud. Hanya Allahlah yang mampu Memberi petunjuk dan membukakan pintu hati kedua orang tuamu. Mintalah pada-Nya, karena tidak ada yang tidak mungkin bagi-Nya. Memohonlah terus pada-Nya dan jangan pernah bosan meski kita tidak tahu kapankah doa kita akan dikabulkan. Pun seandainya Allah tidak berkehendak untuk memberi mereka petunjuk hingga ajal menjemput mereka, ingatlah bahwa Allah tidak pernah mendzalimi hamba-Nya. Janganlah berhenti berdoa saudariku, karena tentu engkau sudah tahu bahwa doa seorang anak shalih untuk orang tuanya tidaklah terputus amalannya meski kedua orang tuanya sudah meninggal.
Sesungguhnya perkataan yang paling jujur adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi kita sholallahu ‘alaihi wassalam, dan seburuk-buruk perkara adalah yang baru dan diada-adakan dan setiap yang baru itu bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat dan setiap kesesatan adalah di neraka.
Allahummaghfilana wa li waalidainaa warham huma kamaa robbayanaa shighoro
- Selesai ditulis pada 26 Sya’ban pukul 08.12 di bumi Allah
Untuk bapak ibu, yang telah merawat dan memberikan kasih sayang berlimpah padaku. Tiada yang kuinginkan bagi kalian selain kebaikan dan keselamatan dunia akhirat. Semoga Allah menyelamatkan kita dan keluarga kita dari api neraka yang bahan bakarnya dari batu dan manusia, serta mengumpulkan kita di dalam Jannah-Nya.
Maraji’:
  1. Aina Nahnu min Akhlaq As Salaf (Abdul Aziz bin Nashir al Jalil)
  2. Birrul Walidain (Yazid bin Abdul Qodir Jawas)
  3. Bustaan Al Waa’idziin wa Riyaadh Al Saami’iin (Ibnul Jauzi)
***
Artikel www.muslimah.or.id

Ibumu… Kemudian Ibumu… Kemudian Ibumu…


Ibumu… Kemudian Ibumu… Kemudian Ibumu…


Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَاناً حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهاً وَوَضَعَتْهُ كُرْهاً وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْراً حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحاً تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo’a: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni’mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai. berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (Qs. Al-Ahqaaf : 15)
Ayat diatas menjelaskan akan hak ibu terhadap anaknya. Ketahuilah, bahwasanya ukuran terendah mengandung sampai melahirkan adalah 6 bulan (pada umumnya adalah 9 bulan 10 hari), ditambah 2 tahun menyusui anak, jadi 30 bulan. Sehingga tidak bertentangan dengan surat Luqman ayat 14 (Lihat Tafsiir ibni Katsir VII/280)
وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْناً عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun . Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (Qs. Luqman : 14)
Dalam ayat ini disebutkan bahwa ibu mengalami tiga macam kepayahan, yang pertama adalah hamil, kemudian melahirkan dan selanjutnya menyusui. Karena itu kebaikan kepada ibu tiga kali lebih besar daripada kepada ayah. Sebagaimana dikemukakan dalam sebuah hadits,
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, belia berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)
Imam Al-Qurthubi menjelaskan, “Hadits tersebut menunjukkan bahwa kecintaan dan kasih sayang terhadap seorang ibu, harus tiga kali lipat besarnya dibandingkan terhadap seorang ayah. Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menyebutkan kata ibu sebanyak tiga kali, sementara kata ayah hanya satu kali. Bila hal itu sudah kita mengerti, realitas lain bisa menguatkan pengertian tersebut. Karena kesulitan dalammenghadapi masa hamil, kesulitan ketikamelahirkan, dan kesulitan pada saat menyusui dan merawat anak, hanya dialami oleh seorang ibu. Ketiga bentuk kehormatan itu hanya dimiliki oleh seorang ibu, seorang ayah tidak memilikinya. (Lihat Tafsir Al-Qurthubi X : 239. al-Qadhi Iyadh menyatakan bahwa ibu memiliki keutamaan yang lebih besar dibandingkan ayah)
Begitu pula dengan Imam Adz-Dzahabi rahimahullaah, beliauberkata dalam kitabnya Al-Kabaair,
Ibumu telah mengandungmu di dalam perutnya selama sembilan bulan, seolah-olah sembilan tahun.
Dia bersusah payah ketika melahirkanmu yang hampir saja menghilangkan nyawanya.
Dia telah menyusuimu dari putingnya, dan ia hilangkan rasa kantuknya karena menjagamu.
Dia cuci kotoranmu dengan tangan kirinya, dia lebih utamakan dirimu dari padadirinya serta makanannya.
Dia jadikan pangkuannya sebagai ayunan bagimu.
Dia telah memberikanmu semua kebaikan dan apabila kamu sakit atau mengeluh tampak darinya kesusahan yang luar biasa dan panjang sekali kesedihannya dan dia keluarkan harta untuk membayar dokter yang mengobatimu.
Seandainya dipilih antara hidupmu dan kematiannya, maka dia akan meminta supaya kamu hidup dengan suaranya yang paling keras.
Betapa banyak kebaikan ibu, sedangkan engkau balas dengan akhlak yang tidak baik.
Dia selalu mendo’akanmu dengan taufik, baik secara sembunyi maupun terang-terangan.
Tatkala ibumu membutuhkanmu di saat dia sudah tua renta, engkau jadikan dia sebagai barang yang tidak berharga di sisimu.
Engkau kenyang dalam keadaan dia lapar.
Engkau puas minum dalam keadaan dia kehausan.
Engkau mendahulukan berbuat baik kepada istri dan anakmu dari pada ibumu.
Engkau lupakan semua kebaikan yang pernah dia perbuat.
Berat rasanya atasmu memeliharanya padahal itu adalah urusan yang mudah.
Engkau kira ibumu ada di sisimu umurnya panjang padahal umurnya pendek.
Engkau tinggalkan padahal dia tidak punya penolong selainmu.
Padahal Allah telah melarangmu berkata ‘ah’ dan Allah telah mencelamu dengan celaan yang lembut.
Engkau akan disiksa di dunia dengan durhakanya anak-anakmu kepadamu.
Allah akan membalas di akhirat dengan dijauhkan dari Allah Rabbul ‘aalamin.
(Akan dikatakan kepadanya),
ذَلِكَ بِمَا قَدَّمَتْ يَدَاكَ وَأَنَّ اللَّهَ لَيْسَ بِظَلَّامٍ لِّلْعَبِيدِ
“Yang demikian itu, adalah disebabkan perbuatan yang dikerjakan oleh kedua tangan kamu dahulu dan sesungguhnya Allah sekali-kali bukanlah penganiaya hamba-hamba-Nya”. (QS. Al-Hajj : 10)
(Al-Kabaair hal. 53-54, Maktabatush Shoffa, Dar Albaian)
Demikianlah dijelaskan oleh Imam Adz-Dzahabi tentang besarnya jasa seorang ibu terhadap anak dan menjelaskan bahwa jasa orang tua kepada anak tidak bisa dihitung.
Yah, kita mungkin tidak punya kapasitas untuk menghitung satu demi satu hak-hak yang dimiliki seorang ibu. Islam hanya menekankan kepada kita untuk sedapat mungkin menghormati, memuliakan dan menyucikan kedudukan sang ibu dengan melakukan hal-hal terbaik yang dapat kita lakukan, demi kebahagiannya.
Contoh manusia terbaik yang berbakti kepada Ibunya
Dari Abi Burdah, ia melihat Ibnu ‘Umar dan seorang penduduk Yaman yang sedang thawaf di sekitar Ka’bah sambil menggendong ibunya di punggungnya. Orang yaman itu bersenandung,
إِنِّي لَهَا بَعِيْرُهَا الْمُـذِلَّلُ – إِنْ أُذْعِرْتُ رِكَابُهَا لَمْ أُذْعَرُ
Sesungguhnya diriku adalah tunggangan ibu yang sangat patuh.
Apabila tunggangan yang lain lari, maka aku tidak akan lari.
Orang itu lalu bertanya kepada Ibn Umar, “Wahai Ibnu Umar, apakah aku telah membalas budi kepadanya?” Ibnu Umar menjawab, “Engkau belum membalas budinya, walaupun setarik napas yang ia keluarkan ketika melahirkan.” (Adabul Mufrad no. 11;  Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dalam sebuah riwayat diterangkan:
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya seseorang mendatanginya lalu berkata: bahwasanya aku meminang wanita, tapi ia enggan menikah denganku. Dan ia dipinang orang lain lalu ia menerimanya. Maka aku cemburu kepadanya lantas aku membunuhnya. Apakah aku masih bisa bertaubat? Ibnu Abbas berkata: apakah ibumu masih hidup? Ia menjawab: tidak. Ibnu Abbas berkata: bertaubatlah kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan dekatkanlah dirimu kepadaNya sebisamu. Atho’ bin Yasar berkata: maka aku pergi menanyakan kepada Ibnu Abbas kenapa engkau tanyakan tentang kehidupan ibunya? Maka beliau berkata: ‘Aku tidak mengetahui amalan yang paling mendekatkan diri kepada Allah ta’ala selain berbakti kepada ibu’. (Hadits ini dikeluarkan juga oleh Al Baihaqy di Syu’abul Iman (7313), dan Syaikh Al Albany menshahihkannya, lihat As Shohihah (2799))
Pada hadits di atas dijelaskan bahwasanya berbuat baik kepada ibu adalah ibadah yang sangat agung, bahkan dengan berbakti kepada ibu diharapkan bisa membantu taubat seseorang diterima Allah ta’ala. Seperti dalam riwayat di atas, seseorang yang melakukan dosa sangat besar yaitu membunuh, ketika ia bertanya kepada Ibnu Abbas, apakah ia masih bisa bertaubat, Ibnu Abbas malah balik bertanya apakah ia mempunyai seorang ibu, karena menurut beliau berbakti atau berbuat baik kepada ibu adalah amalan paling dicintai Allah sebagaimana sebagaimana membunuh adalah termasuk dosa yang dibenci Allah.
Berbuat baik kepada ibu adalah amal sholeh yang sangat bermanfa’at untuk menghapuskan dosa-dosa. Ini artinya, berbakti kepada ibu merupakan jalan untuk masuk surga.
Jangan Mendurhakai Ibu
Dalam sebuah hadits Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
عن المغيرة بن شعبة قال : قال النبي صلى الله عليه و سلم : إن الله حرم عليكم عقوق الأمهات ووأد البنات ومنع وهات . وكره لكم قيل وقال وكثرة السؤال وإضاعة المال
“Sesungguhnya Allah Ta’ala mengharamkan kalian berbuat durhaka kepada ibu-ibu kalian, mengubur anak perempuan hidup-hidup, menolak kewajiban dan menuntut sesuatu yang bukan menjadi haknya. Allah juga membenci jika kalian menyerbarkan kabar burung (desas-desus), banyak bertanya, dan menyia-nyiakan harta.” (Hadits shahih, riwayat Bukhari, no. 1407; Muslim, no. 593, Al-Maktabah Asy-Syamilah)
Ibnu Hajar memberi penjelasan sebagai berikut, “Dalam hadits ini disebutkan ‘sikap durhaka’ terhadap ibu, karena perbuatan itu lebih mudah dilakukan terhadap seorang ibu. Sebab,ibu adalah wanita yang lemah. Selain itu, hadits ini juga memberi penekanan, bahwa berbuat baik kepada itu harus lebih didahulukan daripada berbuat baik kepada seorang ayah, baik itu melalui tutur kata yang lembut, atau limpahan cinta kasih yang mendalam.” (Lihat Fathul Baari V : 68)
Sementara, Imam Nawawi menjelaskan, “Di sini, disebutkan kata ‘durhaka’ terhadap ibu, karena kemuliaan ibu yang melebihi kemuliaan seorang ayah.” (Lihat Syarah Muslim XII : 11)
Buatlah Ibu Tertawa
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : جئْتُ أبَايِعُكَ عَلَى الْهِجْرَةِ، وَتَرَكْتُ أَبَوَيَّ يَبْكِيَانِ، فَقَالَ : ((اِرْخِعْ عَلَيْهِمَا؛ فَأَضْحِكْهُمَا كَمَا أَبْكَيْتَهُمَا))
“Seseorang datang kepada Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Aku akan berbai’at kepadamu untuk berhijrah, dan aku tinggalkan kedua orang tuaku dalam keadaan menangis.” Rasulullah Shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kembalilah kepada kedua orang tuamu dan buatlah keduanya tertawa sebagaimana engkau telah membuat keduanya menangis.” (Shahih : HR. Abu Dawud (no. 2528), An-Nasa-i (VII/143), Al-Baihaqi (IX/26), dan Al-Hakim (IV/152))
Jangan Membuat Ibu Marah
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ : رِضَا الرَّبِّ فِي رِضَاالْوَالِدِ، وَسَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَلَدِ.
“Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, ia berkata, “Ridha Allah tergantung ridha orang tua dan murka Allah tergantung murka orang tua. (Adabul Mufrod no. 2. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan jika sampai pada sahabat, namun shahih jika sampai pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam)
Kandungan hadits diatas ialah kewajiban mencari keridhaan kedua orang tua sekaligus terkandung larangan melakukan segala sesuatu yang dapat memancing kemurkaan mereka.
Seandainya ada seorang anak yang durhaka kepada ibunya, kemudian ibunya tersebut mendo’akan kejelekan, maka do’a ibu tersebut akan dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana dalam hadits yang shahih Nabi Shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ، لاَ شَكَّ فِيْهِنَّ: دَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ، وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ، وَدَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ.
“Ada tiga do’a yang dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala yang tidak diragukan tentang do’a ini: (1) do’a kedua orang tua terhadap anaknya, (2) do’a musafir-orang yang sedang dalam perjalanan-, (3) do’a orang yang dizhalimin.” (Hasan : HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad (no. 32, 481/Shahiih Al-Adabil Mufrad (no. 24, 372))
Jika seorang ibu meridhai anaknya, dan do’anya mengiringi setiap langkah anaknya, niscaya rahmat, taufik dan pertolongan Allah akan senantiasa menyertainya. Sebaliknya, jika hati seorang ibu terluka, lalu ia mengadu kepada Allah, mengutuk anaknya. Cepat atau lambat, si anak pasti akan terkena do’a ibunya. Wal iyyadzubillaah..
Saudariku…jangan sampai terucap dari lisan ibumu do’a melainkan kebaikan dan keridhaan untukmu. Karena Allah mendengarkan do’a seorang ibu dan mengabulkannya. Dan dekatkanlah diri kita pada sang ibu, berbaktilah, selagi masih ada waktu…
والله الموفّق إلى أقوم الطريق
وصلى الله وسلم على نبينا وعلى آله وأصحابه ومن اتّبعهم بإحسان الى يوم الدين
***
Artikel muslimah.or.id
Penulis : Hilda Ummu Izzah
Muraja’ah : Ustadz Ammi Nur Baits
Maraji’ :
  • Qur’anul Karim dan Terjemahannya
  • Rekaman Ta’lim Ustadz Abuz Zubair Al-Hawary Hafizhahullaahu Ta’ala
  • Asy-Syaikh DR. Muhammad Luqman Salafi, Rasysyul Barad Syarh Al-Adabil Mufrad, Daarud Daa-’iy Linnasyr wat Tauzii’, Riyadh.
  • Imam Adz-Dzahabi, Al-Kabaair, Maktabatush Shoffa, Dar Albaian.
  • Abu Abdillah Muhammad Luqman Muhammad As-Salafi, Syarah Adabul Mufrad Jilid 1, Griya Ilmu, Jakarta.
  • Imam Adz-Dzahabi, Al-Kaba’ir – Dosa-dosa yang Membinasakan, Darus Sunnah, Jakarta.
  • Abu Zubeir Hawary, Wahai Ibu Maafkan Anakmu, Darul Falah, Jakarta.
  • Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Birrul Walidain, At-Taqwa, Bogor.
  • Abu Umar Basyir, Sutra Kasih Ibunda – Kepadamu Berbakti Tiada Henti, Rumah Dzikir, Sukoharjo, Solo.

Perempuan Dalam Al Qur 'an


Perempuan Dalam Al Qur 'an


Dari Ummu Salamah r.a.: Aku bertanya kepada Rasulullah Saw., "Mengapa kami -kaum perempuan- tidak disebutkan (keutamaannya) dalam Al qur 'an sebagaimana kaum laki-laki?" Rasulullah Saw. tidak segera menjawab. Namun, pada waktu yang lain, ku lihat Beliau berdiri di atas mimbar. Ketika itu, aku sedang minyisir rambut. Setelah selesai menggulung rambut, aku masuk ke salah satu kamar di rumahku. Kupasang pendengaranku di dekat atap masjid -yang ketika itu masih terbuat dari pelepah kurma, dan posisinya dekat dengan mimbar masjid. Aku dengar Nabi Saw. bersabda, "Wahai manusia, sesungguhnya Allah Swt. berfirman dalam kitab-Nya, sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang memluk islam, laki-laki dan perempuan yang beriman, laki-laki dan perempuan yang taat [kepada Allah], laki-lai dan perempuan yang [berbuat] benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatan, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut [nama] Allah, bagi mereka, Allah menyediakan ampunan dan pahala yang besar. (QS Al Ahzab [33]:35)"

(HR. Ahmad, Al Nasa'i, dan Al Hakim yang menlainya sahih berdasarkan kriteria Al Bukhari dan Muslim.)



Hadits ini menunjukkan beberapa hal sebagai berikut.

Pertama, kegelisahan dan kekhawatiran kaum perempuan zaman Nabi Saw. (Shahabiyyat) karena Al Qur an tidak menyebutkan mereka sebagaimana kaum laki-laki. Kekhawatiran ini muncul akibat penilaian buruk mereka. Dengan tidak disebutkan dalam Al Qur an, mereka menganggap bahwa hal itu seakan-akan menunjukkan bahwa kedudukan mereka tidak seperti kedudukan laki-laki, meskipun mereka telah menunaikan semua kewajiban yang dibebankan kepada mereka. Mereka juga merasa bahwa kebajikan mereka tidak akan pernah setara dengan kebajikan yang dilakukan oleh laki-laki.

Berkenaan dengan makna ayat yang dikutip dalam hadits di atas (Al Ahzab: 35), Muqatil berkata: "Ummu Salamah dan Anisah binti Ka'ab dari kalangan Anshar berkata kepada Rasulullah Saw., 'Mengapa Allah menyebutkan laki-laki, tetapi tidak menyebutkan perempuan sedikitpun dalam kitab suci-Nya? kami merasa khawatir jika kami tidak bisa berbuat kebajikan.' Kemudian, turunlah ayat tersebut." Demikian disebutkan dalam Tafsir Al Baghawi.

Diriwayatkan bahwa sepulang dari Habasyah bersama suaminya, Ja'far bin Abi Thalib, Asma' binti 'Umais menemui istri-istri Nabi Saw. seraya berkata, "Adakah ayat Al Qur'an yang diturunkan berkenaan dengan kita?" Mereka menjawab, "Tidak Ada." Lalu Asma' menemui Rasulullah Saw. ia berkata, "Ya Rasulullah, sesungguhnya kaum perempuan berputus asa dan merugi!" Rasulullah Saw. bertanya, "Apa sebabnya?" Asma' menjawab, "Karena kebaikan-kebaikan mereka tidak disebutkan -dalam Al Qur'an- sebagaimana kaum laki-laki." Kemudian, turunlah ayat tersebut.

Kedua, hadits di atas menggambarkan bagaimana cara Al Qur'an memberi ketenangan kepada kaum perempuan dan menghilangkan kegelisahan dan keraguan mereka. Dalam hal ini, Al Qur'an mengungkapkan drajat dan kedudukan perempuan dalam islam. Al Qur'an juga menegaskan, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam usaha menggapai drajat tertinggi dalam agama serta dalam memperoleh pahala dan ampunan dari Allah Swt.

Ketiga, hadits di atas menggamarkan perhatian kaum perempuan pada awal islam dalam hal ketinggian cita-cita mereka, semangat (ghairah) mereka dalam agama, dan keinginan mereka untuk berlomba dengan kaum laki-laki dalam berbuat kebajikan dan mencapai drajat yang tinggi.

Keempat, hadits di atas menjelaskan perbedaan kedudukandan peranan perempuan dalam masyarakat islam, serta kadar kepercayaan diri dan keyakina yang dijamin dalam islam. []

Perintah Bersikap Baik Pada Wanita


Perintah Bersikap Baik Pada Wanita


Dari Abu Hurairah r.a.: Rasulullah Saw. bersabda, "Barang siapa beriman Kepada Allah Swt. dan Hari Akhir, hendaklah ia tidak mengganggu tetangganya. Jagalah pesanku tentang kaum perempuan agar mereka diperlakukan dengan baik. Sebab, mereka diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok. Oleh karena itu, jagalah pesanku tentang kaum perempuan agar mereka diperlakukan dengan baik." (H.R. Bukhari dan Muslim)

Kita melihat hadits ini menyoroti kelemahan ilmiah perempuan. Dalam dirinya ada kebengkokan naluriah yang tidak bisa diluruskan oleh siapapun. Namun demikian, tuntunan kebijaksanaan Allah Swt., sebagaimana -termasuk kebijaksanaan-Nya- Dia menjadikan laki-laki memiliki kemampuan untuk memelihara hal ini dengan membawanya pada pergaulan yang baik.

Imam Al Ghazali -sebagaimana di kutip dalam Al Lu'lu wa Al Marjan karya Muhammad Fu'Ad 'Abdul Baqi, H.194- berkata, "salah satu kewajiban suami terhadap istri adalah memperlakukan dengan baik. Perlakuan baik kepadanya bukan hanya tidak menyakitinya, melainkan juga bersabar atas prilaku buruk, kelambanan dan kemarahannya untuk meneladani Rasulullah Saw. Ketahuilah bahwa istri beliau yang mengejek beliau dengan mengulang perkataan dan ada pula yang tidak memedulikan beliau hingga malam. Lebih dari itu, laki-laki dapat lebih bersabar atas perilaku istri dengan humor yang bisa menyenangkan hatinya."[]