Sabtu, 19 Mei 2012

PRIA YANG TIDAK LALAI DARI MENGINGAT ALLAH


Inilah sifat pria yang tidak lalai dari mengingat Allah. Kesibukan dunia mereka tidak membuat mereka berpaling dari ketaatan dan perintah Allah. Perdagangan dan jual beli pun tidak membuat mereka jauh dari Allah. Ketika ada panggilan shalat, mereka pun memenuhi panggilan tersebut. Dan lisan mereka tidaklah lepas dari dzikrullah.
Allah Ta’ala berfirman,
رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ
“Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.” (QS. An Nur: 37)
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah menerangkan,
Ia adalah pria yang dunianya tidak membuatnya jauh dari Rabbnya. Sama sekali kesibukan perniagaan dan mencari nafkah tidaklah mempengaruhinya. Tijaroh (perniagaan) di sini mencakup segala bentuk perdagangan untuk meraih upah. Sedangkan bai’ (jual beli) adalah bentuk lebih khusus dari perniagaan. Karena dalam perniagaan lebih banyak ditemukan transaksi jual beli. Pujian pada pria di sini bagi mereka yang berdagang dan melakukan jual beli, dan asalnya perbuatan tersebut tidaklah terlarang. Meskipun tidak terlarang, akan tetapi hal-hal tadi tidaklah mempengaruhi mereka dari mengingat Allah, mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Bahkan mereka menjadikan ibadah dan ketaatan pada Allah sebagian tujuan hidup mereka. Jadi perdagangan tadi tidaklah sama sekali menghalangi mereka menggapai ridho Allah.
Namun hati kebanyakan orang adalah sangat menaruh perhatian pada dunia. Mereka sangat mencintai penghidupan mereka. Dan sangat sulit mereka –pada umumnya- meninggalkan dunia mereka. Bahkan mereka pun bersusah payah hingga meninggalkan kewajiban pada Allah. Berbeda dengan yang disebutkan dalam ayat ini, mereka begitu takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. Karena mengingat kegoncangan hari kiamat tersebut, akhirnya mereka pun semakin mudah beramal dan meninggalkan hal yang melalaikan mereka dari Allah. (Taisir Al Karimir Rahman, 569)
Yang dimaksud dengan dzikir pada Allah (dzikrullah) dalam ayat di atas, ada tiga pendapat:
1.Shalat lima waktu
2.Mengerjakan hak Allah
3.Dzikir pada Allah dengan lisan.
Sedangkan yang dimaksud dengan menegakkan shalat adalah mengerjakan tepat waktu dan menyempurnakannya. (Lihat Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi)
Sa’id bin Abul Hasan dan Adh Dhohak berkata,
لا تلهيهم التجارة والبيع أن يأتوا الصلاة في وقتها
“Yang dimaksud ayat tersebut adalah mereka perniagaan dan jual beli tidaklah membuat mereka lalai dari mendatangi shalat tepat pada waktunya.”
Mathor Al Warroq berkata,
كانوا يبيعون ويشترون، ولكن كان أحدهم إذا سمع النداء وميزانُه في يده خفضه، وأقبل إلى الصلاة.
“Yang dimaksud ayat tersebut adalah mereka biasa melakukan jual beli. Akan tetapi jika mereka mendengar adzan lalu timbangan dagangan mereka berada di tangan mereka, mereka pun meninggalkannya. Lalu mereka memenuhi panggilan shalat.”
As Suddi mengatakan mengenai ayat tersebut,
عن الصلاة في جماعة
“Mereka tidak lalai dari shalat jama’ah” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 10: 252-253)
Dalam ayat disebutkan,
تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ
“Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang”. Yaitu hati mereka dalam keadaan khawatir apakah mereka akan selamat ataukah celaka. Dan penglihatan mereka pun kebingungan melihat kiri dan kanan. (Tafsir Al Jalalain)
Ayat di atas serupa dengan ayat,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلا أَوْلادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
“Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.” (QS. Al Munafiqun: 9)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al Jum’ah: 9)
Apa balasan Allah pada laki-laki yang punya sifat demikian?
لِيَجْزِيَهُمُ اللَّهُ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“(Meraka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberikan balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas.” (QS. An Nur: 38). Jika disebut seseorang berinfak tanpa batas, maksudnya karena saking banyaknya sehingga infak yang diberikan tidak bisa dihitung (Lihat Tafsir Al Jalalain).
Ya Allah, jadikanlah kami seperti yang disebutkan dalam ayat ini.
Semoga perdagangan dan kesibukan kami mencari nafkah tidak membuat kami lalai dari mengingat Allah, shalat pada waktunya dan kewajiban lainnya. Semoga lisan ini pun dimudahkan untuk selalu sibuk dengan dzikir mengingat Allah di kala waktu senggang dan waktu sibuk.
Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.

@ Riyadh KSA, 4 Muharram 1432 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar